Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Kain Batik dan Rahasia di Balik Pagar

Gambar
Di sebuah pagi yang cerah di desa Kalanganyar, mentari baru saja naik perlahan dari balik pohon jati. Suara burung prenjak bersahut-sahutan, seperti sedang membicarakan gosip terbaru di balai desa. Udara segar membawa aroma tanah basah dan wangi daun kelor yang direbus di dapur-dapur penduduk. Di halaman rumah joglo yang berdiri anggun dengan atap limasan merah bata, tampak seorang gadis berjalan santai. Ia mengenakan kebaya hijau zamrud yang serasi dengan kain batik cokelat keemasan yang dililit rapi di pinggangnya. Rambut hitam legamnya disanggul ke samping, dihiasi bunga kamboja putih yang segar dipetik dari halaman. Senyumnya yang mengembang seperti tahu goreng hangat di pagi hari membuat siapa pun yang melihatnya ingin menyapa. Namanya Raras Ayu. Tapi seluruh desa lebih suka memanggilnya "Mbakyu Raras" — entah kenapa, padahal usianya baru dua puluh satu. Ada yang bilang karena sikapnya lemah lembut, ada pula yang berseloroh karena ia panda...

Aurora dan Singa yang Suka Mengeluh

Gambar
Di sebuah negeri yang tidak pernah muncul di peta Google, hiduplah seorang gadis bernama Aurora. Ia bukan putri kerajaan, bukan penyihir, dan bukan pula pendekar — ia hanya gadis biasa dengan rambut panjang, senyum sedikit miring, dan kegemaran aneh: mengumpulkan peta-peta tua dari langit. Jangan salah paham. Peta itu benar-benar jatuh dari langit. Setiap kali hujan datang di daerah mereka, bukan cuma air yang turun, tetapi juga potongan-potongan perkamen bergambar aneh. Penduduk desa menganggapnya sampah. Tapi Aurora menyimpannya. Katanya, "Siapa tahu ini undangan dari alam semesta." Dan benar saja, pada suatu sore yang sangat panas dan sangat membosankan, Aurora menemukan peta yang berbeda. Bukan karena bentuknya, tapi karena aromanya. Ya, aromanya! Peta itu berbau seperti campuran kayu manis, sabun bayi, dan... bulu singa. Belum sempat ia bertanya-tanya, seekor singa raksasa muncul dari balik bukit. Tapi ini bukan sembarang singa. Ia memakai pel...

Sepeda Tua, Cinta Muda

Gambar
Pagi itu, udara di Kampung Cempaka begitu segar, seolah Tuhan sendiri baru saja menyalakan kipas angin langit. Burung-burung bernyanyi dengan nada yang bahkan bisa membuat radio butut Pak RW merasa tidak berguna. Di antara suara alam yang merdu, suara kring... kring... sepeda tua berderit melaju perlahan melewati gang sempit yang dipenuhi jemuran dan anak-anak bermain kejar-kejaran. Sepeda itu milik Seno, pemuda dua puluh lima tahun yang terkenal di kampung bukan karena prestasi akademis atau kekayaan, melainkan karena sepeda birunya yang tua, lengkap dengan keranjang anyaman di bagian depan. Sepeda itu bukan sekadar alat transportasi; itu adalah saksi bisu segala ambisi Seno, dari mengantar gorengan ke warung Mak Narti sampai... mengantar hati. Di boncengan sepeda itu duduk seorang gadis bernama Rani, sahabat masa kecil Seno yang baru kembali dari kota setelah bertahun-tahun bekerja sebagai asisten editor majalah kuliner. Rambutnya yang hitam dikuncir kud...

Rahasia Dapur Bu Narti

Gambar
Di sebuah kampung kecil yang tenang di kaki gunung, hiduplah seorang perempuan bernama Bu Narti. Orang-orang kampung memanggilnya "Bu Narti Dapur Panas"—bukan karena emosinya, tapi karena dapurnya memang selalu berasap. Mulai dari jam lima pagi, asap dari dapurnya sudah menari-nari di udara seperti penari Jaipong kehilangan musik. Bu Narti bukan koki biasa. Ia bisa membuat sambal yang katanya, kalau orang sedih makan itu, bisa tertawa. Kalau orang lagi ketawa, malah bisa nangis—karena pedasnya. Pagi itu, Bu Narti sedang mengaduk wajan besar berisi sambal terasi legendaris. Api mengepul, dan bumbu-bumbu bergoyang di bawah sendok kayunya. Kain celemeknya penuh noda, tapi wajahnya bersinar seperti mentari pagi yang baru bangun. "Coba kamu lihat, Ti," katanya pada cucunya, Siti, yang sedang duduk sambil main HP. "Ini sambal bukan sembarang sambal. Ini sambal yang pernah bikin Pak RT kehilangan suara seminggu. Dan itu bukan karena sakit, ...

Mister Garnadi dan Setelan Abu-Abu

Gambar
Hari itu, langit Jakarta sedang malas membuka tirainya. Awan-awan bergelayut seperti cucian belum kering, dan aroma kopi sachet lima ratus perak mengambang dari kios di ujung gang. Di tengah suasana yang nyaris sendu itu, seorang pria berdiri dengan postur yang membuat lampu jalan merasa tersaingi. ilustrasi oleh Diono di Adobe Stock. Namanya Garnadi. Bukan Garnadi biasa, tapi The Garnadi , seperti cara ia mengenalkan dirinya saat wawancara kerja — bahkan untuk posisi OB. Garnadi mengenakan setelan jas abu-abu terang, rapi, mulus, seolah baru saja keluar dari mesin penyetrika milik surga. Dasi hitamnya lurus seperti jalan tol, dan rambutnya licin seperti licinnya alasan tukang parkir saat dimintai kembalian. Tidak ada yang tahu pasti apa pekerjaan Garnadi, tapi setiap orang di kantor Kencana & Partners sepakat: Garnadi terlalu rapi untuk jadi manusia biasa. "Ada ...

Musim Dingin yang Membeku di Dalam Dada

Gambar
Kalau kau berdiri di Jalan Taman Mentari saat pukul tujuh pagi di bulan Juni, kau akan melihat pemandangan yang agak aneh: perempuan muda berbalut mantel tebal dan selendang abu-abu besar, berjalan pelan seolah-olah tengah melewati trotoar Paris, padahal dia hanya melewati kios gorengan dan warung pecel lele yang belum buka. Namanya Liana. Usianya dua puluh sembilan, tapi wajahnya selalu terlihat seperti dua puluh lima. Entah itu karena dia memang awet muda, atau karena dia belum pernah benar-benar mengurus hidupnya dengan serius. Salah satu dari dua kemungkinan itu, dan keduanya sama-sama membingungkan. ilustrasi oleh Diono di Adobe Stock. Setiap pagi, Liana akan keluar dari kontrakan mungilnya dengan ritual yang sama: selendang dibelit dua kali, rambut digerai ke kanan, pandangan lurus ke depan—dan satu hal paling penting—tanpa ekspresi. Dia bukan muram. Bukan juga sedih. Dia ha...