Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2025

Langkah yang Membuka Cahaya

Gambar
Langit pagi itu tampak seperti salah satu lukisan Diono Pieter Rianto di gallery onlinenya . Di tengah halaman sekolah seni yang lengang, seorang gadis bergaun kuning cerah berputar pelan, seolah sedang berbicara dengan angin. Gaunnya berwarna-warni, penuh cipratan seperti cat tumpah, dan tiap kali ia bergerak, warnanya seolah hidup. Namanya Andriati. Ia terkenal bukan karena kepandaiannya menari, melainkan karena kecerobohannya yang nyaris legendaris. Pernah sekali, ia menari dengan tali sepatu belum diikat, dan terjatuh dengan elegan seperti daun kering—penonton malah bertepuk tangan, mengira itu bagian dari koreografi. Namun pagi ini berbeda. Andriati sedang berlatih sendiri untuk sesuatu yang dirahasiakannya dari teman-teman. Gerakannya lembut tapi ragu-ragu, seperti seseorang yang mencoba menari sambil mengingat mimpi. Di sela putaran, seekor burung kecil hinggap di pagar, menonton dengan khidmat. "Kau penonton pertamaku," gumam Andriati pelan, lalu te...

Suara Mesin Jahit di Sore Hari

Gambar
Suara krek-krek-krek dari mesin jahit tua terdengar seperti irama masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang. Kadang-kadang seperti irama musik " The Healer "-nya Diono Pieter Rianto. Di atas meja kayu yang sudah agak kusam, jarum berkilat menembus kain putih, seolah sedang menulis cerita baru di atas lembar kosong. Perempuan itu, dengan rambut yang jatuh sebahu dan senyum yang tenang, menatap hasil jahitannya seperti menatap rahasia kecil yang sedang ia rajut dengan benang kesabaran. Di sampingnya, seorang anak perempuan kecil duduk manis di kursi rendah. Matanya berbinar setiap kali jarum bergerak. "Ibu, kenapa jarumnya tidak capek, ya?" tanyanya polos. Sang ibu tertawa kecil. "Karena jarumnya tidak punya kaki. Kalau punya, mungkin sudah minta sepatu." Anak itu tertawa terpingkal-pingkal, sampai air matanya hampir keluar. "Kalau punya kaki, jarumnya bisa jalan ke warung, Bu!" "Bisa, tapi nanti malah beli kue, bukan...

Ladang Harapan

Gambar
Embun pagi masih menggantung di ujung daun padi. Di tengah hamparan hijau itu, dua sosok tampak duduk bersisian di pematang sawah. Lelaki itu bertelanjang dada, kulitnya legam terbakar matahari, namun matanya teduh. Di sampingnya, seorang perempuan berwajah ramah mengenakan kain cokelat tua, dengan tudung caping menutupi rambutnya. Mereka berdua tengah menikmati sarapan sederhana: nasi bungkus berisi sambal teri dan tempe goreng yang masih hangat. "Kalau nasi bungkus ini dijual di kota, pasti disebut ‘menu tradisional khas pedesaan’, harganya lima kali lipat," kata lelaki itu sambil tertawa. Perempuan di sampingnya tersenyum lebar. "Tapi rasanya belum tentu seenak ini, Pak. Di kota, sambalnya pasti lebih banyak gaya daripada rasa." Keduanya tertawa. Angin membawa aroma lumpur dan rumput basah, mengaduk kenangan lama di antara tawa mereka. Hari baru saja dimulai, tapi ada semacam kelegaan yang melingkupi udara. Mereka tahu, pekerjaan hari ini panja...

Jejak Kristal Pohon Tua

Gambar
Hutan itu masih dipenuhi kabut tipis ketika langkah kuda putih Agnio terdengar berirama di jalan tanah yang lembab. Daun-daun berguguran dari pepohonan tinggi, seakan memberi salam bagi setiap langkahnya. Agnio, dengan jubah merah marun yang berkibar lembut, tampak gagah sekaligus sedikit bingung. Bukan karena ia tersesat, melainkan karena ia lupa apakah sudah menutup pintu rumahnya rapat-rapat sebelum berangkat. "Andai saja pintu rumah bisa menjerit kalau tidak dikunci," gumamnya sambil terkekeh kecil. Ia menepuk leher kudanya dengan penuh kasih. "Tenang, Arvo, kita pasti menemukan jawaban dari perjalanan ini," katanya. Kuda itu meringkik, entah setuju atau hanya protes karena jalannya agak menanjak. Agnio menghela napas panjang. Perjalanan ini bukan sekadar jalan-jalan sore, melainkan sebuah misi. Namun anehnya, ia sendiri belum benar-benar tahu apa yang sedang ia cari. Hanya ada satu petunjuk: sebuah gulungan kertas tua yang diselipkan diam-diam...

Flamboyan dan Benang Rahasia

Gambar
Matahari pagi itu menyapa lembut melalui celah jendela rumah kayu tua di tepi jalan kecil yang dipenuhi pohon flamboyan. Aroma wangi teh melati mengepul dari cangkir tanah liat di meja, sementara seorang gadis muda tengah merapikan rambutnya yang dihiasi bunga ungu mungil. Namanya Jasmin, seorang penenun kain tradisional yang terkenal dengan motif-motifnya yang unik, sering kali membuat orang terkagum-kagum sambil menggaruk kepala karena tak mengerti bagaimana ia bisa menghasilkan pola serumit itu. Jasmin dikenal sebagai pribadi tenang, meskipun diam-diam ia memiliki selera humor yang membuat tetangganya sering kali terkekeh. Pernah suatu kali, ketika seorang pemuda datang untuk memesan kain, ia sengaja berkata dengan wajah serius, "Kalau kainnya jadi terlalu bagus, jangan salahkan saya kalau nanti jadi rebutan." Pemuda itu bingung apakah harus tertawa atau mengangguk sungguh-sungguh, sehingga akhirnya hanya menunduk sambil salah tingkah. Hari itu, Jasmin men...

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik dan Rahasia di Balik Pagar

Langkah-Langkah Lela

Cerpen : Sulam Emas Di Ladang Senja