Serial Raliastos: Duel di Atas Kalyanth

Kota Kalyanth berdiri megah di bawah langit kelabu, terkurung oleh tembok-tembok tinggi yang menciptakan batas antara kehidupan sejahtera dan kegelapan di luar. Warga Kalyanth hidup dalam ketakutan, dikuasai oleh Najox, manusia cobra yang dikenal karena kekejamannya.
Najox bukan hanya sekadar penjahat biasa; ia memiliki latar belakang yang rumit. Terlahir dari percobaan genetik yang gagal, Najox membenci semua bentuk kelemahan. Ia merasa bahwa kekuasaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan rasa hormat dan pengakuan. Ia terbiasa menghabisi siapa pun yang melanggar hukum yang telah ia tetapkan.


Sementara itu, Raliastos, sang manusia elang, muncul sebagai harapan bagi warga Kalyanth yang tertindas. Bukan hanya seorang pahlawan, Raliastos memiliki kisah sedih di balik jubahnya. Ia kehilangan keluarganya di tangan Najox, dan balas dendam menjadi motivasi utamanya. Raliastos terlatih dalam seni bertarung dan memiliki kemampuan luar biasa untuk terbang dengan sayap yang terbuat dari logam ringan.


Pagi itu, suara sirene menggema di jalan-jalan. Warga Kalyanth berkumpul di pantai gedung-gedung bercat kelabu dengan wajah penuh harapan. Merekapun mendengar desas-desus tentang pertarungan yang akan terjadi antara Najox dan Raliastos.
“Dia pasti akan mengalahkan Najox,” gumam seorang wanita tua, suaranya bergetar karena ketegangan.
“Jangan terlalu percaya diri. Najox tidak akan kalah begitu saja,” jawab seorang pria muda yang tampak ragu.
Ketika Raliastos akhirnya muncul di atap gedung tertinggi, sorakan menggema. Ia mengangkat tangan, dan dengan suara yang mantap, ia berteriak, “Kalyanth, saatnya untuk melawan!”



Duel dimulai. Najox tiba dengan keanggunan menakutkan. Ekspresinya dingin, dengan mata kuningnya yang bersinar dalam bayang-bayang. “Raliastos, kau datang ke tempat yang salah,” katanya dengan suara serak.
“Tidak ada tempat yang lebih tepat untuk menuntut keadilan,” jawab Raliastos.
Kedua sosok itu saling mendekat, melayang di antara dedaunan dan beton yang membara. Momen ketika mereka saling serang menjadi semakin intens. Suara logam beradu dan teriakan penonton memecah kesunyian kota.
Di satu titik, Najox melancarkan serangan mematikan, tetapi Raliastos menghindar, memanfaatkan kemampuan terbangnya. “Kau selamanya menjadi monster, Najox!” teriak Raliastos.
“Itu tidak akan mengubah nasibmu!” balas Najox, dengan ekor bersisiknya meraih Raliastos dan mencengkeramnya. Namun, Raliastos berhasil keluar dan melancarkan tendangan yang mendesak Najox mundur ke tepi gedung.


Titik balik datang saat Raliastos mendengar suara dari warga Kalyanth. Mereka memanggil namanya, memberikan kekuatan baru. Ia teringat akan keluarganya dan kenangan manis yang hilang. “Ini untuk mereka!” teriaknya, dan dengan semangat membara, ia meluncurkan serangan terakhir.
Serangannya menghantam keras, membuat Najox terjatuh dari atap. Namun, alih-alih terjatuh ke tanah, ia menggunakan ekornya untuk mengangkat tubuhnya, melarikan diri ke kegelapan. “Ini belum berakhir, Raliastos!” teriaknya sebelum menghilang.


Kota Kalyanth bersorak, merasa saat itu merupakan kemenangan. Namun di dalam hatinya, Raliastos menyadari bahwa Najox masih ada di luar sana, dan ancaman belum sepenuhnya berakhir. Dia bertanya-tanya apakah dunia ini bisa benar-benar bebas dari monster seperti Najox.
“Dia akan kembali,” pikir Raliastos.
Di sisi lain, Najox merasakan kemarahan dan keinginan untuk membalas. Rasa dendam menggelora dalam dirinya. Dapatkah dia menemukan cara untuk mendapatkan kembali kekuatannya?
Dengan latar belakang langit kelabu yang terus menggantung di atas kota, masa depan Kalyanth tetap dipenuhi dengan ketidakpastian, menunggu saat di mana pahlawan dan penjahat akan berhadapan sekali lagi, menunggu duel yang belum berakhir.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen : Sulam Emas Di Ladang Senja

Cerpen Haru : Langkah di Lembah Fajar

Cerpen: Rahasia Serabi Daun Pisang: Kisah Misteri dari Dapur Jawa