Kotak Kayu yang Membawa Rahasia
Di sebuah ruangan kayu sederhana, seorang pria duduk bersila dengan sebuah kanna—serutan kayu tradisional—di tangannya. Namanya Seno. Wajahnya serius, namun ada gurat kehangatan yang sulit disembunyikan. Setiap kali bilah tajam itu meluncur di atas papan, gulungan tipis kayu jatuh ke lantai, seperti mie instan yang gagal masuk ke panci.
"Kalau ini dikumpulkan, bisa jadi bantal empuk," gumam Seno sambil menepuk-nepuk serutan yang menumpuk di kakinya. Humor kecil itu membuat dirinya sendiri terkekeh, meski ia tahu tak ada siapa pun yang mendengar.
Pekerjaan ini bukan sekadar rutinitas bagi Seno. Setiap tarikan serut adalah percakapan sunyi antara dirinya dan kayu. Ia percaya, setiap kayu punya rahasia. Ada yang keras kepala, ada pula yang jinak seperti kucing tidur. Dan hari itu, kayu di depannya benar-benar cerewet. Bilahnya meluncur dengan suara sreeet panjang, seolah kayu ingin berkata, "Pelan sedikit, aku sedang mengantuk."
Namun, keseriusan Seno bukan hanya soal hasil. Ia punya rencana besar, meski terdengar sepele bagi orang lain. Ia ingin membuat sebuah kotak kecil, bukan untuk menyimpan emas, bukan pula untuk perhiasan. Katanya, "Kotak ini akan menyimpan sesuatu yang lebih berharga: rahasia."
Rahasia apa? Ia belum mau bilang, bahkan pada dirinya sendiri. Yang jelas, ketika ia bekerja, wajahnya terlihat seperti pemain catur yang sedang berpikir tiga langkah ke depan.
Dan di luar ruangan, seekor ayam jantan berkokok lebih heboh dari biasanya. Seno menoleh sebentar lalu tersenyum tipis. "Mungkin ayam itu juga ingin tahu apa yang akan aku buat," katanya.
Kotak kayu kecil itu baru setengah jadi, tetapi cerita yang mengikutinya sudah mulai tumbuh.
---ooOoo---
Hari berikutnya, Seno kembali duduk bersila di lantai kayu. Serutan kayu kemarin masih berserakan, tapi ia tak segera membersihkannya. "Biar saja," katanya dalam hati, "lantai ini jadi lebih empuk." Bahkan ia sempat berkhayal, kalau ada lomba kasur paling unik, lantai penuh serutan kayu mungkin bisa juara harapan tiga.
Kotak kecil buatannya perlahan mulai berbentuk. Sudut-sudutnya sudah terbentuk rapi, meski belum ada tutupnya. Tangannya cekatan, namun matanya sesekali menerawang jauh. Seakan-akan setiap garis kayu adalah peta menuju sesuatu yang belum ia temukan.
Tetangga sebelah, Pak Wiryo, sempat mengintip lewat jendela sambil bergumam, "Waduh, Seno ini bikin apa sih? Dari kemarin serut-serut terus, tapi yang jadi cuma kotak segitu." Seno mendengar, tapi pura-pura tak peduli. Dalam hatinya ia menjawab, "Kalau aku jawab, malah tambah penasaran. Biar dia nebak sendiri, mungkin dikira aku bikin kotak musik atau kotak amal."
Yang membuat Seno semakin tekun bukan hanya prosesnya, tapi juga bisikan kecil di kepalanya. Entah siapa yang menaruh ide aneh itu, namun ia merasa kotak ini akan memegang peranan penting dalam hidupnya. "Bayangkan saja," katanya sambil tersenyum sendiri, "masa depan bisa ditentukan oleh sebuah kotak yang belum selesai."
Siang itu, angin masuk lewat celah dinding. Serutan kayu berterbangan seperti hujan bubuk kayu mini. Seno bersin sampai tiga kali berturut-turut. "Hachiiim! Nah, itu tandanya ada yang menyebut namaku," celetuknya sambil tertawa, padahal tidak ada siapa pun yang datang.
Kotak itu kini berdiri tegak di depannya. Masih polos, masih kosong, namun seolah menyimpan ribuan pertanyaan. Dan Seno? Ia justru makin penasaran dengan dirinya sendiri: mengapa ia begitu terikat pada benda sederhana itu?
---ooOoo---
Malam tiba. Seno duduk di depan kotak kayu setengah jadi itu dengan wajah serius, seakan sedang menghadapi ujian akhir yang menentukan kelulusan. Lampu minyak di sudut ruangan berkelip pelan, membuat bayangan kotak terlihat lebih besar daripada aslinya.
Ia mengetuk sisi kotak perlahan. Tok… tok… tok. Suaranya nyaring, tapi anehnya terdengar seperti balasan. Seno mengerutkan kening. "Apa aku terlalu lelah sampai kayu ini terasa hidup?" pikirnya.
Untuk menguji, ia mengetuk lagi dengan pola berbeda. Kali ini bunyinya bergema pelan, seolah ada ruang kosong yang menyimpan sesuatu. Ia mendekatkan telinganya, menahan napas, dan... seakan-akan terdengar bisikan samar. Bukan jelas, hanya seperti angin yang berdesir, namun cukup membuat bulu kuduknya berdiri.
"Waduh, jangan-jangan aku bikin kotak nyamuk," gumamnya, mencoba menertawakan rasa cemas. Ia bahkan sempat bercanda pada dirinya sendiri, "Kalau benar ada suara dari dalam, mudah-mudahan isinya kaset lawas, biar bisa sekalian karaoke."
Tapi meski berusaha menyepelekan, hatinya tidak tenang. Ada tarikan aneh yang membuatnya ingin segera menyelesaikan kotak itu. Seakan-akan, kalau tidak cepat rampung, ada sesuatu yang hilang.
Seno lalu mengambil serutannya lagi. Malam itu ia bekerja lebih tekun daripada biasanya. Tangannya cekatan, matanya berbinar. Kotak itu hampir selesai, hanya kurang satu bagian: tutupnya.
Dan ketika ia meletakkan papan terakhir untuk menutup kotak, lampu minyak tiba-tiba bergoyang tanpa sebab, nyaris padam. Seno menoleh ke sekeliling, tak ada angin, tak ada siapa pun.
Ia menarik napas panjang. "Hmmm… jadi benar, kotak ini bukan kotak biasa,"
ucapnya pelan.Kotak itu kini lengkap, namun pertanyaan justru semakin banyak. Apa yang sebenarnya menunggu di dalamnya?
---ooOoo---
Pagi itu, sinar matahari menyelinap lewat celah dinding, menyoroti kotak kayu yang kini sudah utuh. Seno menatapnya sambil menyeruput teh hangat. Ia sengaja duduk agak jauh, seolah-olah kotak itu bisa menggigit kalau disentuh.
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Tok… tok… tok. Seno kaget, hampir saja menumpahkan tehnya. "Jangan-jangan suara semalam bukan dari dalam kotak, tapi ada yang iseng di luar," gumamnya.
Ia membuka pintu, dan muncullah seorang bocah tetangga bernama Raka. Dengan wajah penasaran, Raka langsung melongok ke dalam rumah. "Pak Seno, itu apa? Kotak ajaib, ya?" tanyanya sambil menunjuk ke arah meja.
Seno spontan tertawa kecil. "Kotak ajaib? Hahaha. Kalau ajaib, pasti isinya uang receh terus-menerus keluar kayak mesin kasir."
Raka tidak percaya begitu saja. Ia maju beberapa langkah, menatap kotak itu dengan mata berbinar. "Saya dengar tadi malam ada suara aneh dari rumah ini. Teman-teman saya bilang, mungkin Pak Seno bikin radio kuno. Betul, ya?"
Seno geleng-geleng kepala. "Radio? Kalau iya, antenanya pasti sudah kupasang pakai sapu lidi."
Namun, kehadiran Raka membuat suasana berubah. Kotak yang semula terasa misterius kini jadi bahan candaan. Meski begitu, rasa penasaran tak juga hilang. Justru semakin bertambah karena bocah itu terus mendesak ingin tahu.
"Boleh saya buka, Pak?" tanya Raka polos.
Pertanyaan itu membuat Seno terdiam sejenak. Ia tahu, kotak itu berbeda. Ada sesuatu yang terasa menunggu di dalamnya, meski ia sendiri tidak tahu apa.
Dengan suara pelan, ia menjawab, "Belum, Rak. Belum saatnya dibuka."
Raka cemberut, tapi akhirnya keluar sambil bersiul. Seno menghela napas lega. Namun hatinya justru makin berdebar.
Malam nanti, ia berjanji pada dirinya sendiri, kotak itu harus ia buka. Sendirian.
---ooOoo---
Malam turun perlahan. Ruangan kecil itu kembali diterangi lampu minyak yang bergoyang tenang. Seno duduk bersila di depan kotak kayu, kali ini dengan wajah penuh tekad. Ia sudah menunda terlalu lama, dan rasa penasaran hampir membuat kepalanya berasap.
Tangannya menyentuh permukaan kotak. Dingin, meski ruangan cukup hangat. Ia menarik napas panjang, lalu mulai mengangkat tutupnya perlahan. Kreek… suara engsel kayu terdengar nyaring, membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
Dan… kotak itu terbuka.
Seno melongok ke dalam, lalu terdiam. Tidak ada emas, tidak ada perhiasan, bahkan tidak ada surat rahasia. Yang ada hanyalah sebuah gulungan kertas kecil, lusuh, dan berdebu. Dengan tangan gemetar, ia mengambil gulungan itu, membuka ikatannya, dan membaca isinya.
Tulisan di kertas itu sederhana, hanya satu kalimat:
"Jika engkau membaca ini, berarti kau sudah cukup sabar untuk menemukan jawaban."
Seno melongo, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. "Astaga! Jadi selama ini aku capek-capek bikin kotak, ternyata isinya cuma kalimat motivasi? Hahaha! Kayak biskuit keberuntungan saja!"
Meski terkesan konyol, entah mengapa hatinya terasa ringan. Ia tersenyum lebar, seolah-olah semua kerja kerasnya terbayar. "Ya sudah, berarti pelajaran pentingnya jelas: sabar adalah kunci. Dan jangan percaya kalau kayu bisa bisik-bisik!"
katanya sambil menepuk-nepuk serutan kayu di lantai.Esok paginya, Raka kembali datang. "Pak Seno, sudah dibuka? Apa isinya?" tanyanya penuh semangat.
Seno menjawab sambil terkekeh, "Isinya? Rahasia besar… tapi kalau kau ingin tahu, kau harus sabar. Sangat sabar."
Raka mengerutkan kening, lalu berlari ke luar sambil berteriak ke teman-temannya, "Pak Seno punya kotak rahasiaaaa!"
Seno hanya tertawa kecil. Kotak itu kini bukan lagi misteri, tapi cerita. Cerita yang akan selalu membuat orang penasaran—dan mungkin, membuat mereka belajar tentang sabar dengan cara yang lucu.
---ooOoo---
Komentar
Posting Komentar