Gadis Berkepang Dua di Tepi Jalan

Di sebuah desa yang dikelilingi sawah hijau, hiduplah seorang gadis muda bernama Rara Gembling. Rambutnya selalu dikuncir kepang dua, seakan menjadi ciri khas yang tak pernah ia tinggalkan. Konon, sejak kecil ia sudah terbiasa dikepang ibunya, dan hingga kini, kebiasaan itu terbawa seperti tradisi kecil yang tak pernah usang.

Pagi itu, Rara Gembling berjalan di jalan setapak bambu yang membelah hamparan padi. Angin membawa aroma tanah basah setelah hujan semalam. Langkahnya ringan, meski wajahnya menyimpan tanda-tanda kebimbangan. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna hijau muda, membuatnya tampak seperti bagian dari alam yang mengelilinginya.

Seorang anak kecil berlari melewatinya sambil membawa layang-layang. "Kak Rara, hati-hati jangan sampai tersesat!" teriak si anak dengan tawa nakal. Rara Gembling tertawa kecil, "Kalau tersesat di sini, nanti aku jadi orang-orangan sawah." Anak itu makin keras tertawanya sebelum menghilang di tikungan jalan.

Ada sesuatu yang membuat pagi itu terasa berbeda. Biasanya Rara Gembling berjalan tanpa tujuan selain menikmati udara segar. Namun kali ini, ada sebuah perasaan aneh yang mengusik hatinya, seperti ada sesuatu yang menunggu di ujung jalan bambu itu. Entah apa, entah siapa.

Langkahnya sempat berhenti ketika seekor kupu-kupu berwarna biru hinggap di bahunya. Ia tersenyum kecil, merasa seperti sedang diberi tanda. "Apa kau mau menunjukkan arah, kecil?" bisiknya pada kupu-kupu itu. Anehnya, kupu-kupu itu benar-benar terbang ke depan, mengikuti jalan yang hendak ia lalui.

Rara Gembling menarik napas panjang, lalu melanjutkan langkahnya. Entah kenapa, pagi itu terasa seperti awal dari sesuatu yang besar.

---ooOoo---

Langkah Rara Gembling semakin mantap menyusuri jalan bambu yang teduh. Sesekali ia menoleh ke kiri dan kanan, menikmati pemandangan sawah yang mulai menguning. Angin berhembus, membuat kepangnya bergoyang seperti dua ekor burung pipit yang sedang menari.

Di ujung jalan, ia melihat sebuah gubuk kecil yang tampaknya sudah lama tak dihuni. Atapnya miring, sebagian bambunya lapuk, namun ada sesuatu yang aneh: pintunya terbuka sedikit, seperti mengundang siapa pun untuk masuk.

"Hm, siapa pula yang lupa menutup pintu gubuk tua?" gumamnya, sambil mengerutkan kening. Rara Gembling sebenarnya bukan tipe gadis yang suka mencampuri urusan bangunan kosong, tetapi rasa penasarannya terlalu besar.

Ia melangkah mendekat, dan tiba-tiba terdengar suara krak! dari balik pintu. Rara Gembling terlonjak kecil. "Jangan-jangan tikus sawah lagi rapat," katanya pelan sambil menahan tawa sendiri. Bayangan di kepalanya tentang tikus memakai dasi dan membawa map membuatnya geli.

Ketika ia mengintip ke dalam, ternyata tidak ada tikus berdasi. Sebaliknya, ia melihat sebuah meja kayu tua dengan sebuah kotak kecil di atasnya. Kotak itu tampak sederhana, tapi ada ukiran berbentuk bunga yang membuatnya berbeda dari barang biasa.

"Kupu-kupu biru, apa ini yang kau maksud?" bisiknya, seolah masih berbicara dengan hewan mungil yang tadi menuntunnya.

Rara Gembling maju satu langkah lagi. Tangannya sempat ragu untuk menyentuh kotak itu. Ia menarik napas panjang, lalu mengangkatnya perlahan. Anehnya, kotak itu terasa lebih berat dari ukuran yang terlihat.

Tepat saat ia hendak membuka, angin berhembus kencang sehingga pintu gubuk menutup keras dengan suara gedebuk! Rara Gembling terperanjat, hampir saja kotak itu terlepas dari tangannya.

Matanya membelalak. "Apa isi kotak ini sebenarnya?" gumamnya.

---ooOoo---

Rara Gembling memandang kotak kayu itu dengan hati berdebar. Ukiran bunganya tampak semakin jelas, seolah berkilau terkena cahaya yang menembus celah gubuk. "Kalau ini isinya cuma kue lapis basi, aku pasti kecewa," gumamnya sambil tersenyum kecut.

Ia duduk di bangku bambu reyot di dalam gubuk, lalu membuka kotak itu perlahan. Ternyata di dalamnya tidak ada kue, melainkan sebuah gulungan kertas tua yang diikat dengan pita merah pudar. Aroma kertas kuno itu membuatnya menutup hidung sebentar. "Waduh, baunya seperti perpustakaan yang lupa disapu sepuluh tahun," celetuknya.

Dengan hati-hati, ia membuka gulungan kertas itu. Tulisan tangan yang indah tergores di atasnya. Namun, kalimat-kalimatnya bukan bahasa sehari-hari. Ada tanda-tanda aneh, semacam simbol-simbol yang menyerupai bunga, bulan, dan bintang.

Rara Gembling mengernyit. "Apa ini semacam resep rahasia? Atau petunjuk bikin bubur kacang hijau versi kuno?" Ia terkekeh sendiri, lalu mencoba menafsirkan.

Di bagian bawah gulungan, ada kalimat singkat yang masih bisa ia baca dengan jelas:
"Ikuti kupu-kupu biru, maka rahasia akan terbuka."

Rara Gembling terdiam sejenak. Ia teringat kupu-kupu yang hinggap di bahunya tadi. "Jadi bukan kebetulan?" bisiknya. Ia menatap keluar gubuk, berharap kupu-kupu itu muncul kembali.

Seakan menjawab harapannya, seekor kupu-kupu biru melintas di depan pintu gubuk. Sayapnya berkilau tertimpa sinar matahari pagi.

Tanpa pikir panjang, Rara Gembling menggulung kembali kertas itu, memasukkannya ke kotak, lalu membawa kotak tersebut ke pelukannya. Ia berdiri dan melangkah keluar, mengikuti arah terbang kupu-kupu biru itu.

Hatinya berdebar, tapi bibirnya tersenyum. Ia merasa seperti sedang masuk ke dalam cerita yang ditulis khusus untuknya.

---ooOoo---

Rara Gembling berjalan mengikuti kupu-kupu biru itu. Langkahnya ringan, meski ia harus melewati pematang sawah yang agak licin setelah hujan semalam. Sesekali ia hampir tergelincir, tapi berhasil menjaga keseimbangan. "Kalau jatuh, aku bisa langsung jadi patung lumpur," gumamnya sambil terkekeh.

Kupu-kupu itu terbang tidak terlalu cepat, seolah sengaja menyesuaikan dengan langkahnya. Setiap kali Rara Gembling merasa kehilangan jejak, kupu-kupu itu akan berhenti sejenak di ujung batang padi atau dahan pohon. "Wah, kau sopan juga ya, tungguin aku," katanya sambil tersenyum.

Perjalanan membawanya ke sebuah kebun bambu yang jarang ia kunjungi. Tempat itu agak sunyi, hanya suara angin dan gesekan batang bambu yang terdengar. Cahaya matahari menyelinap masuk di antara dedaunan, menimbulkan kilauan seperti bintang di siang hari.

Di tengah kebun, ia melihat sebuah batu besar yang bentuknya mirip meja. Di atasnya ada goresan aneh, mirip simbol pada gulungan kertas yang ia temukan. Hatinya langsung berdegup kencang. "Nah, ini baru seru," ucapnya lirih.

Kupu-kupu biru hinggap tepat di atas batu itu, seakan memberi tanda. Rara Gembling meletakkan kotak kayu di atas batu, lalu membuka gulungan kertasnya kembali. Ia mencoba menyamakan simbol di kertas dengan ukiran pada batu. Benar saja, beberapa tanda cocok dengan sempurna.

"Sepertinya ada rahasia tersembunyi di sini," katanya sambil menggaruk kepala, pura-pura jadi detektif. Ia mengetuk batu itu pelan. Anehnya, terdengar bunyi kosong, seperti ada ruang di dalamnya.

Rara Gembling menelan ludah. Ia yakin apa pun yang ada di dalam batu ini, bukanlah hal biasa.

Dan sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, tiba-tiba tanah di sekitarnya bergetar pelan, membuat dedaunan bambu bergoyang seolah bertepuk tangan.

---ooOoo---

Getaran kecil itu membuat jantung Rara Gembling berdegup makin kencang. Ia melompat mundur satu langkah, takut-takut kalau batu besar itu tiba-tiba meledak seperti kembang api. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: perlahan, batu itu bergeser, menyingkap lubang persegi di bawahnya.

"Waduh… jangan-jangan aku malah menemukan jalan menuju sarang ular," gumamnya sambil menelan ludah. Tapi rasa penasarannya lebih besar daripada ketakutannya. Ia mendekat, lalu melongok ke dalam.

Ternyata di bawah batu itu bukan sarang ular, melainkan sebuah ruang kecil seperti kamar tersembunyi. Dari celah lubang, terlihat rak-rak kayu berisi benda-benda kuno: kendi, kain lipat, dan buku-buku tebal dengan sampul lusuh. Ada pula sebuah lampu minyak yang entah bagaimana, masih menyala redup seolah tak pernah padam.

Rara Gembling ternganga. "Wah, ini seperti gudang rahasia kakek sihir dalam dongeng." Ia berjongkok, mencoba menjangkau salah satu buku di rak terdekat.

Begitu jarinya menyentuh sampul buku itu, kupu-kupu biru berputar-putar di atas kepalanya. Seolah berkata, hati-hati, jangan sembarangan.

Rara Gembling menarik tangannya kembali. Ia sadar, rahasia ini terlalu besar untuk dibongkar sendirian. Kotak kayu dengan gulungan kertas di dalamnya kini terasa semakin penting. Mungkin itu adalah kunci untuk memahami semua yang ada di ruang tersembunyi ini.

Dengan napas berembus pelan, ia menutup lubang itu lagi. Batu besar tersebut bergeser ke posisi semula, seakan tidak pernah bergerak.

Ia menatap kupu-kupu biru yang masih setia menemaninya. "Baiklah, kita simpan dulu rahasia ini. Tapi suatu hari… aku pasti kembali."

Kupu-kupu itu terbang tinggi, sayapnya berkilau indah. Rara Gembling tersenyum, lalu berjalan pulang dengan hati penuh tanda tanya. Perjalanannya baru saja dimulai, dan ia tahu, kisah ini masih panjang.

---ooOoo---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik dan Rahasia di Balik Pagar

Langkah-Langkah Lela

Cerpen : Sulam Emas Di Ladang Senja