Lomba yang Ditunggu

Hari itu langit tampak cerah, seolah ikut bersorak menyambut hiruk pikuk acara di lapangan desa. Anak-anak berlarian ke sana kemari, membawa tawa yang berderai-derai. Di sudut lapangan, empat anak sudah bersiap dengan karung goni yang dipakai sebagai kostum dadakan.

Mereka adalah Bima, Danu, Rara, dan Lila. Keempatnya berdiri berjejer sambil saling menatap penuh semangat. Karung yang mereka pakai jelas terlalu besar, sehingga terlihat seperti sedang mengenakan pakaian kebesaran dari nenek buyut.

"Kalau jatuh, jangan lupa tertawa dulu sebelum bangun," canda Danu sambil menarik karungnya ke atas. Ucapan itu membuat yang lain ikut tergelak.

Rara, yang terkenal paling serius, pun tak bisa menahan senyum. "Kalau begitu, siap-siap saja nanti aku yang duluan sampai garis akhir," katanya dengan nada menantang.

Sementara itu, Lila sibuk menarik-narik bagian bawah karungnya. "Aduh, ini karungnya panjang sekali. Jangan-jangan aku bisa hilang di dalamnya," katanya, membuat Bima tertawa sampai matanya menyipit.

Sorak-sorai penonton mulai terdengar. Semua menunggu aba-aba dimulainya perlombaan. Empat pasang kaki kecil itu pun siap meloncat, membawa tawa dan semangat yang tak kalah riuh dari tepuk tangan orang-orang di sekitar.

---ooOoo---

Teriakan aba-aba terdengar lantang, "Siap… satu, dua, tiga… mulai!"

Sekejap saja, keempat anak itu meloncat bersamaan. Karung-karung goni bergoyang, debu tanah beterbangan, dan suara tawa meledak di udara.

Bima langsung melesat ke depan dengan loncatan panjang. Ia tampak seperti katak yang sedang bersemangat pulang kampung. Penonton bersorak, ada yang berteriak, "Ayo Bima, jangan kalah sama angin!"

Danu, di sisi lain, justru tersandung pada loncatan pertamanya. Untung saja ia punya jurus andalan: jatuh sambil gaya bebas. Anak-anak yang menonton di tepi lapangan tak kuasa menahan tawa, apalagi saat ia berteriak, "Aku sedang uji coba gravitasi!"

Rara melaju dengan mantap, wajahnya serius seperti sedang ikut perlombaan tingkat dunia. Namun keseriusannya pecah ketika seekor ayam lewat di pinggir lapangan, membuatnya hampir salah arah karena menahan tawa.

Lila, yang karungnya kebesaran, tampak paling repot. Ia harus meloncat ekstra hati-hati agar tidak terjerat. "Kalau begini, aku merasa seperti kentang rebus yang melompat-lompat," katanya, membuat penonton semakin riuh.

Suasana makin seru. Loncat demi loncat, keempat anak itu terus bergerak mendekati garis tengah lapangan. Tak ada yang mau kalah, tapi semua masih bisa tertawa di antara peluh dan debu yang menempel.

---ooOoo---

Pertarungan karung semakin sengit. Bima masih di depan, namun wajahnya mulai memerah karena terlalu bersemangat. "Aku pasti juara!" serunya lantang, tetapi justru loncatannya meleset, membuat karungnya hampir robek di bagian bawah.

Danu yang tadi sempat jatuh, kini berhasil bangkit dengan gaya baru. Ia melompat-lompat kecil sambil bersenandung, seolah-olah sedang menari. Penonton kembali tertawa. "Kalau begini, aku bisa sekalian bikin konser!" katanya penuh percaya diri, meski posisinya masih di belakang.

Rara semakin mendekat ke garis depan. Tatapannya lurus ke depan, penuh fokus. Namun tiba-tiba, seekor balon warna-warni yang terlepas dari tangan anak kecil melayang di udara, tepat di atas kepalanya. Rara menoleh sekilas, lalu terkekeh. "Wah, jangan-jangan itu hadiah lomba tambahan!" ucapnya, membuat suasana semakin ramai.

Sementara itu, Lila masih berjuang melawan karung kebesaran. Tapi justru dari kesulitan itu muncul keberuntungan. Saat ia hampir tersungkur, karungnya melambung seperti layangan tertiup angin, membuatnya terdorong ke depan lebih cepat. Penonton bersorak kagum, "Ayo Lila, teruskan gaya supermu!"

Kini jarak antara keempat anak semakin tipis. Semua penasaran siapa yang akan sampai duluan. Tawa, teriakan, dan tepuk tangan bercampur menjadi satu. Lapangan seolah bergetar oleh semangat mereka.

Lomba karung itu tak lagi sekadar lomba—ia berubah jadi pertunjukan kocak yang membuat semua orang betah menonton.

---ooOoo---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik dan Rahasia di Balik Pagar

Langkah-Langkah Lela

Cerpen : Sulam Emas Di Ladang Senja