Janji di Bawah Pohon Tua (Cerpen)

Cerpen : Janji di Bawah Pohon Tua

Bila kamu pernah memiliki kenangan yang tak bisa hilang meski waktu berlalu, cerpen ini akan menyentuh bagian terdalam hatimu. Bacalah "Janji di Bawah Pohon Tua", dan temukan betapa kuatnya pengaruh kenangan dan janji lama dalam perjalanan hidup seseorang. Cerita ini akan menemani sore harimu dengan kehangatan dan renungan yang mendalam.


Mentari pagi menyapa lembah hijau yang tenang. Elara dan Lyra, dua gadis kembar dengan rambut panjang sebahu dan mata cokelat yang jernih, duduk di kereta kayu yang ditarik kuda putih milik Alden. Alden, seorang pria tua ramah dengan kulit terbakar matahari dan senyum yang selalu mengembang, mengendalikan kuda dengan tenang. Aroma rumput segar dan tanah basah memenuhi udara.

“Lyra, apakah kau sudah mengemasi semua kain tenun kita?“ tanya Elara, suaranya terdengar sedikit cemas. Ini adalah kali pertama mereka berjualan ke kota besar, jauh dari desa mereka yang damai.

Lyra, yang lebih periang dari Elara, tersenyum. “Tentu saja, Kakak. Aku bahkan menambahkan beberapa sulaman baru pada selendang sutra itu. Pasti akan menarik perhatian para pedagang kaya di kota.“

Alden tertawa kecil, “Jangan terlalu percaya diri, Nona Lyra. Pedagang di kota besar itu terkenal licik. Kalian harus pintar menawar.“

“Jangan khawatir, Pak Alden,“ sahut Elara. “Kami sudah belajar banyak dari Ibu.“

“Ibu selalu mengajarkan kita untuk jujur dan bekerja keras,“ tambah Lyra.

“Itulah kunci kesuksesan,“ kata Alden, mengangguk setuju. “Dan jangan lupa berdoa.“

Perjalanan mereka cukup panjang. Jalan setapak berkelok-kelok melewati ladang hijau yang luas, hutan rindang, dan sungai kecil yang airnya jernih. Mereka melewati beberapa desa kecil, dengan rumah-rumah sederhana yang terbuat dari kayu dan jerami. Anak-anak kecil melambaikan tangan kepada mereka, sementara para wanita yang sedang bekerja di ladang tersenyum ramah.

“Lihat, Kakak! Ada burung elang terbang di atas sana,“ seru Lyra, menunjuk ke langit biru yang cerah.

Elara tersenyum, “Ya, sungguh pemandangan yang indah.“

“Lebih indah dari kota besar nanti,“ timpal Alden, sedikit bercanda.

“Jangan begitu, Pak Alden,“ kata Elara. “Kami ingin melihat kota besar. Kami ingin melihat dunia di luar desa kita.“

“Tentu saja, Nona. Kota besar memang menawarkan banyak hal yang berbeda. Tapi ingatlah, desa kita tetaplah rumah terbaik.“

“Kami tahu, Pak Alden,“ jawab Lyra.

Siang hari telah tiba saat mereka memasuki gerbang kota. Keramaian kota langsung menyambut mereka. Suara pedagang yang berteriak menawarkan barang dagangan mereka, suara kereta kuda yang berlalu lalang, dan suara orang-orang yang bercakap-cakap memenuhi udara. Elara dan Lyra merasa sedikit takut, tetapi juga terpesona.

“Jangan takut, Nona-nona,“ kata Alden, menenangkan mereka. “Saya akan selalu di sini untuk kalian.“

Mereka mencari tempat untuk mendirikan lapak mereka. Setelah menemukan tempat yang strategis, mereka mulai menata kain tenun dan selendang mereka. Lyra, dengan keahliannya dalam bernegosiasi, berhasil menarik perhatian beberapa pedagang kaya. Mereka menawar dengan harga yang cukup tinggi, dan Lyra dengan cekatan menerima tawaran terbaik.

“Kakak, lihat! Kita sudah menjual hampir setengah dari barang kita!“ seru Lyra, dengan wajah berseri-seri.

Elara tersenyum bangga. Ia merasa lega karena usaha mereka membuahkan hasil.

Sore hari, ketika matahari mulai terbenam, mereka telah menjual semua barang dagangan mereka. Mereka membawa pulang uang yang cukup banyak, lebih dari yang mereka harapkan. Mereka merasa bersyukur dan bahagia.

“Terima kasih, Pak Alden,“ kata Elara, sambil memeluk Alden. “Kau telah membantu kami.“

“Sama-sama, Nona,“ jawab Alden, tersenyum. “Kalian berdua gadis yang pekerja keras dan baik hati. Saya bangga telah membantu kalian.“

Di bawah pohon beringin tua di dekat rumah mereka, Elara dan Lyra berjanji untuk selalu bekerja keras dan saling mendukung. Mereka bermimpi untuk suatu hari nanti membuka toko kain tenun mereka sendiri di kota besar. Mereka tahu itu akan menjadi perjalanan panjang dan penuh tantangan, tetapi mereka yakin mereka bisa mewujudkannya. Mereka telah belajar banyak hal hari ini, tidak hanya tentang berjualan, tetapi juga tentang arti kerja keras, persahabatan, dan kekuatan persaudaraan. Dan di bawah langit malam yang bertabur bintang, mereka tahu bahwa janji mereka akan terwujud.

****

Beberapa bulan berlalu. Elara dan Lyra, berbekal pengalaman berjualan di kota besar dan uang hasil penjualan kain tenun mereka, mulai merencanakan langkah selanjutnya. Mereka sering berdiskusi dengan Alden, yang selalu memberikan nasihat bijak berdasarkan pengalaman hidupnya.

“Kalian perlu modal yang lebih besar jika ingin membuka toko di kota,“ kata Alden suatu sore, sambil menyesap teh hangat. “Toko di kota besar membutuhkan biaya sewa yang tinggi dan persediaan barang yang melimpah.“

Elara mengangguk, “Kami tahu, Pak Alden. Kami sedang mencari cara untuk mendapatkan modal tambahan.“

Lyra menambahkan, “Kami juga sedang mencari lokasi yang tepat. Tempat yang strategis dan ramai pengunjung.“

“Jangan terburu-buru,“ saran Alden. “Carilah tempat yang sesuai dengan kemampuan kalian. Jangan sampai kalian terbebani hutang.“

Elara dan Lyra merenungkan saran Alden. Mereka menyadari bahwa membuka toko di kota besar bukanlah hal yang mudah. Mereka perlu mempersiapkan diri dengan matang, baik dari segi modal maupun strategi bisnis.

Mereka mulai menabung sebagian besar hasil penjualan kain tenun mereka. Mereka juga meningkatkan kualitas kain tenun mereka dengan menambahkan detail sulaman yang lebih rumit dan menggunakan bahan-bahan yang lebih berkualitas. Mereka bahkan belajar teknik pewarnaan alami dari seorang nenek tua di desa mereka, yang menghasilkan warna-warna yang lebih cerah dan tahan lama.

Setelah beberapa bulan bekerja keras, mereka akhirnya memiliki modal yang cukup untuk menyewa sebuah toko kecil di pinggiran kota. Toko mereka tidak terletak di pusat kota yang ramai, tetapi lokasinya cukup strategis, dekat dengan pasar tradisional dan beberapa perumahan.

Mereka menamai toko mereka “Kembar Lestari,“ sebuah nama yang mencerminkan ikatan persaudaraan mereka dan harapan mereka untuk bisnis yang lestari. Mereka mendekorasi toko mereka dengan sederhana namun elegan. Kain tenun dan selendang mereka ditata dengan rapi di rak-rak kayu, dengan pencahayaan yang tepat agar warna-warna kain terlihat lebih menawan.

Hari pembukaan toko mereka disambut dengan antusiasme yang tinggi. Banyak pelanggan datang untuk melihat kain tenun dan selendang mereka. Kualitas kain tenun dan selendang mereka yang tinggi, serta keramahan Elara dan Lyra, membuat pelanggan merasa nyaman dan puas.

Bisnis mereka berkembang pesat. Kain tenun dan selendang mereka menjadi terkenal karena kualitas dan keindahannya. Mereka bahkan menerima pesanan dari beberapa butik terkenal di kota. Elara dan Lyra bekerja keras setiap hari, saling mendukung dan membantu satu sama lain.

Suatu hari, seorang pedagang kaya datang ke toko mereka. Ia memesan kain tenun dalam jumlah besar untuk dijual kembali di tokonya. Ia sangat terkesan dengan kualitas dan keindahan kain tenun mereka.

“Kalian memiliki bakat yang luar biasa,“ kata pedagang itu. “Saya yakin bisnis kalian akan semakin sukses.“

Elara dan Lyra tersenyum, merasa bangga dan bersyukur. Mereka telah mencapai mimpi mereka. Mereka telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, kegigihan, dan saling mendukung, mereka bisa mencapai kesuksesan. Mereka tidak hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga dalam memperkuat ikatan persaudaraan mereka. Dan di tengah kesibukan mereka mengelola toko, mereka selalu ingat akan janji mereka di bawah pohon beringin tua, janji yang menjadi landasan kesuksesan mereka. Kisah mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang di kota, tentang bagaimana dua gadis desa yang sederhana bisa mencapai mimpi mereka di kota besar.

***

Bertahun-tahun berlalu. “Kembar Lestari,“ toko kain tenun milik Elara dan Lyra, telah menjadi bisnis yang sangat sukses. Toko kecil mereka di pinggiran kota telah berkembang menjadi sebuah butik yang elegan di pusat kota, dengan cabang-cabang di beberapa kota besar lainnya. Kain tenun dan selendang mereka menjadi barang mewah yang diburu oleh para kolektor dan pecinta fashion dari seluruh negeri.

Elara dan Lyra, yang kini telah berambut sedikit memutih, tetap bekerja sama dengan harmonis. Elara, dengan jiwa kepemimpinannya yang kuat, mengelola aspek bisnis dan keuangan, sementara Lyra, dengan kreativitas dan selera estetikanya yang tinggi, bertanggung jawab atas desain dan pengembangan produk baru. Mereka telah melatih banyak penenun muda, mengajarkan mereka teknik-teknik tradisional dan inovasi terbaru dalam pembuatan kain tenun.

Suatu hari, seorang desainer terkenal dunia datang ke butik “Kembar Lestari.“ Ia sangat terkesan dengan kualitas dan keindahan kain tenun mereka. Ia meminta Elara dan Lyra untuk berkolaborasi dalam sebuah proyek besar: membuat koleksi busana eksklusif yang akan ditampilkan dalam peragaan busana internasional.

Elara dan Lyra menerima tawaran tersebut dengan antusias. Mereka bekerja sama dengan desainer tersebut, memadukan teknik tradisional dengan desain modern yang inovatif. Hasilnya adalah sebuah koleksi busana yang menakjubkan, yang memadukan keindahan kain tenun dengan keanggunan desain modern.

Peragaan busana tersebut sukses besar. Koleksi busana “Kembar Lestari“ mendapat pujian dari para kritikus dan mendapat perhatian dari media internasional. Nama “Kembar Lestari“ semakin dikenal di dunia fashion internasional.

Elara dan Lyra pun memutuskan untuk mewariskan bisnis mereka kepada generasi penerus. Mereka telah melatih banyak penenun muda yang berbakat, dan mereka yakin bahwa bisnis “Kembar Lestari“ akan tetap berkembang pesat di bawah kepemimpinan generasi penerus tersebut.

Pada suatu sore yang cerah, Elara dan Lyra duduk di teras rumah mereka yang nyaman, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman mereka. Mereka melihat kembali perjalanan panjang mereka, dari gadis desa sederhana hingga menjadi pengusaha sukses di dunia fashion internasional. Mereka merasa bangga dan bersyukur atas semua yang telah mereka capai.

“Kita telah berhasil, Lyra,“ kata Elara, sambil tersenyum.

“Ya, Kakak,“ jawab Lyra. “Kita telah mewujudkan mimpi kita.“

Mereka saling memandang, mata mereka berkaca-kaca karena haru. Mereka telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, kegigihan, dan saling mendukung, mereka bisa mencapai apa saja yang mereka inginkan. Dan warisan “Kembar Lestari,“ bukan hanya berupa bisnis yang sukses, tetapi juga sebuah cerita inspiratif tentang persahabatan, kerja keras, dan mimpi yang terwujud. Cerita yang akan terus dikisahkan dari generasi ke generasi.


Sinopsis

Di bawah rindangnya pohon tua yang menjadi saksi bisu masa lalu, dua insan pernah mengikat janji—janji yang sederhana, namun penuh makna. Tahun berganti, waktu berjalan tanpa ampun, dan kehidupan membawa mereka pada jalan berbeda. Ketika mereka bertemu kembali dalam keadaan yang tak disangka, ingatan tentang janji lama itu kembali menyala, menggugah luka dan harapan yang lama terpendam. Cerpen ini menggambarkan betapa waktu bisa memisahkan, tapi kenangan tetap berakar kuat dalam hati.


Kesimpulan

"Janji di Bawah Pohon Tua" adalah cerpen yang menyentuh sisi emosional pembaca melalui narasi sederhana namun penuh makna. Dengan alur yang tenang dan suasana melankolis, kisah ini menyampaikan pesan bahwa janji, meski terlupakan oleh waktu, dapat tetap hidup dalam ingatan dan memberi makna baru saat dikenang kembali. Cerpen ini juga mengajak pembaca merenungkan arti setia, waktu, dan pilihan hidup.


© 2025 Cerpen Diono Pieter Rianto.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kain Batik dan Rahasia di Balik Pagar

Langkah-Langkah Lela

Cerpen : Sulam Emas Di Ladang Senja